Monday 26 March 2012

RESPECT YOUR LIFE AND OTHERS



Paling gregetan kalau naik pesawat dan saat pesawat udah mau take-off/landing orang yang duduk disamping kita belum matiin telepon seluler dan alat elektronik yang memancarkan sinyal lainnya (BB, produk2 apple, dll) bahkan masih sibuk BBM-an, SMS-an dan buka aplikasi ini-itu.
Pada tanggal 22 Maret 2012 dengan menggunakan maskapai lionair saya terbang menuju Ujung Pandang. Penerbangan dijadwalkan take-off pada pukul 21.45wib. Tidak seperti pendapat kebanyakan orang bahwa maskapai bergambar singa merah bersayap tersebut selalu menunda penerbangannya, malam itu 30 menit sebelum jadwal take off para penumpang dipersilahkan naik ke pesawat, saya pun dengan segera naik ke pesawat yang sebagian penumpangnya akan melanjutkan penerbangannya ke Jayapura.
Seluruh penumpang telah berada di dalam pesawat 10 menit setelah pengumuman untuk naik ke pesawat disampaikan. Namun beberapa penumpang tujuan Jayapura masih sibuk berpindah tempat duduk karena ada penumpang lain yang mengklaim tempat duduknya, dan benar saja beberapa penumpang tujuan Jayapura tersebut menduduki tempat yang salah (agak lucu memperhatikan kejadian tersebut). Sembari memperhatikan kejadian tersebut, saya mengirimkan SMS ke kakak dan ibu saya bahwa pesawat yang saya gunakan telah boarding, lalu segera saya menonaktifkan telepon seluler yang saya gunakan.
Setelah seluruh penumpang duduk dengan tenang, pintu pesawatpun di tutup 10 menit sebelum take-off dan diumumkan bahwa telepon seluler atau alat elektronik yang memancarkan sinyal lainnya termasuk iPod harus dinon-aktifkan karena dapat mengganggu navigasi dan komunikasi pesawat. Tetapi seorang pemuda berusia sekitar seperempat abad masih sibuk ber-BBMan ria, dan jika ada pramugari yang lewat dia bertingkah seolah-olah telah menon-aktifkan perangkat selulernya (BB) alhasil saya yang duduk disebelahnya gregetan dengan tingkahnya.

Pesawat pun mulai berjalan pelan sembari para pramugari memperagakan cara penggunaan sabuk, pelampung, masker oksigen dan menerangkan jumlah pintu darurat pesawat, tetapi sang pemuda seperempat abad tersebut tidak kunjung menghentikan aktifitas BBM-an ria nya dan saya pun tak kunjung gregetan.
Suhu dingin di pesawat tiba-tiba tidak dapat saya rasakan, wajah saya terasa panas saat saya mengatakan “Lu bisa gk matiin tuh BB?” say memperoleh jawaban “iya ntar”, dengan emosi saya jawab “ntar kapan? pesawat dah mo take-off, ngerti gk?”. Si pemuda pun dengan kesalnya langsung mengambil BBnya, menekan salah satu tombol di BBnya dan memasukkan BBnya ke dalam tasnya. Sayapun langsung mengucapkan terima kasih dengan senyuman paksaan tanpa mengetahui apakah tombol yang ditekannya tadi adalah tombol power berhubung saya tidak menggunakan alat seluler seperti itu.
Penerbangan malam itu begitu mulus tanpa ada benturan sepanjang penerbangan dan akhirnya diumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat di Bandara International Hasanuddin yang merupakan salah satu bandara terbaik dan termodern hasil karya anak bangsa. Pesawat berlambang singa merah bersayap pun landing dengan mulus dan tepat waktu pada pukul 00.10wita.
Begitu pesawat berjalan pelan memasuki tempat parkirnya tiba-tiba terdengar bunyi suara alat seluler dari dalam tas pemuda tersebut dan pemuda egois tersebut dengan langsung menjawab alat selulernya yang ternyata bunyi tadi adalah suara panggilan masuk. Sangat menjengkelkan melihat hal tersebut karena dia seolah-olah bertindak tanpa memikirkan keselamatan orang lain, jelas terlihat bahwa dia tidak memikirkan keselamatan dirinya, karena telah diumumkan bahwa sinyal dari telepon seluler atau alat elektronik yang memancarkan sinyal dapat menganggu navigasi dan komunikasi pesawat.
Entah apa yang ada dipikiranya? (kalimat yang biasa dilontarkan oleh teman-teman saya saat melihat seseorang mengatakan atau melakukan hal yang aneh/bertentangan). Kurang informasi dan pengetahuankah dia mengenai hal tersebut dapat membahayakan penerbangan? atau memang dia ingin segera mengkahiri hidupnya? Atau karena sang pramugari hanya mengumumkan bahwa telepon seluler atau alat elektronik yang memancarkan sinyal lainnya termasuk iPod harus dinon-aktifkan sedangkan sang pemuda egois berpendapat bahwa BB (Blackberry) tidak termasuk alat elektronik yang harus dinon-aktifkan? Atau tidak tahukah dia bahwa BB memancarkan sinyal?
Tiba-tiba saya teringat beberapa bulan yang lalu saat saya terbang ke Jakarta dan di samping saya duduk sepasang suami-isteri yang telah berusia setengah abad, saat pesawat yang kami tumpangi mendarat, terdengar suara alat seluler dari salah satu penumpang dari arah belakang tempat duduk kami. Dengan spontan sang suami berkomentar “dasar Indonesia”, saya miris mendengar perkataan tersebut walaupun ada benarnya juga.
Sebagai bangsa yang berbudi luhur sudah sepatutnya kita berlaku berbudi luhur dan peduli sesama dengan cara peduli akan keselamatan orang lain saat melakukan penerbangan karena tidak ada ruginya mematikan telepon/alat seluler selama penerbangan karena saat berada di atas angkasa telepon/alat seluler yang kita miliki tidak dapat menerima sinyal untuk melakukan komunikasi dengan orang-orang yang kita sayangi yang saat itu sedang berada didaratan.
                                                                                                   
“……..  love your neighbor as yourself ” Matthew 22:39
                                                                                                                          - mB

Monday 19 March 2012

Untruth Story and The Reality

Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun seorang laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dg alasan agar menjadi cnth bagi warga lainnya.

Hakim menghela nafas. dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.

”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU”.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang sidang.

‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.

"Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”

sebelum palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya.

Semoga di indonesia banyak hakim-hakim yang berhati mulia sepertii ini.


Artikel di atas banyak dipublish di beberapa situs sosial networking aknir-akhir ini, dan hal di atas sangat diimpikan oleh mereka yang membaca dan mem-publishnya. Begitu juga dengan saya, berharap hakim-hakim Indonesia tidak hanya ber-IQ tinggi tetapi juga disertai EQ dan berhati nurani.
Saya sedikit terbuai ketika membaca sepintas artikel di atas, tapi begitu memperhatikan dan membaca dengan seksama saya menyimpulkan bahwa artikel diatas adalah bukan cerita yang nyata/tidak benar.
Mengapa saya berpikir demikian?
  1. singkat cerita setelah hakim memutus perkara ibu tersebut, di ceritakan di artikel di atas bahwa si hakim "tiba-tiba mencopot topi toganya, membuka dompetnya ..........." setahu saya dan seperti yang tergambar dari gambar artikel tersebut, tidak ada topi toga yang digunakan oleh hakim saat sidang
  2. Diceritakan selanjutnya, hakim kemudian berkata “Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu". Dalam benak saya, mengapa hakim tersebut berkata demikian? Dapatkah dia memakai atas nama pengadilan menjatuhkan denda begitu saja kepada pengunjung sidang? apakah ada dasar hukumnya? Bukankah produk hakim adalah putusan dan penetapan, termasuk yang manakah hal tersebut? sedangakan hakim tidak dapat memutus kalau bukan yang dituntut oleh Penuntut Umum atau bukan yang dimintakan oleh Penggugat/Tergugat.
  3. "sebelum palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar dendanya" saya berasumsi bahwa saat hakim menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar Rp 50 ribu, sidang belum ditutup. Pertanyaan saya kemudian, Apakah hal tersebut dibenarkan? Apakah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menjadi pedoman para penegak hukum dalam menerapkan acara hukum pidana membenarkan hal tersebut? Hal lain yang menganjal dalam benak saya adalah “bukankah dalam perkara pidana yang menjadi eksekutornya adalah pihak kejaksaan? Lalu uang apakah yang dibayar ke kepaniteraan pengadilan?
Siapa sebenarnya membuat/menulis artikel tersebut? dan apa tujuannya? Siapa pun dan apapun yang menjadi alasan penulis artikel ini, telah berhasil membuat para pembaca mengharapkan/mendambakan adanya hakim yang cerdas, bijaksana dan berhati nurani. Akankah harapan para pembaca untuk para hakim Indonesia yang cerdas, bijaksana dan berhati nurani terwujud? Saya optimis demikian. Tidak hanya itu, hakim Indonesia juga menguasai hukum acara baik hukum acara pidana maupun hukum acara perdata sehingga visi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk mewujudkan peradilan yang agung dapat terwujud.